Berlaku Bijak Setelah Membaca Dengan Mengirimkan Komentar

Sabtu, 17 Maret 2012

Catatan Akhir yg Panjang Soal Sepakbola Kami

tulisan dari bung Gilang

Mahesa. kualitasnya luar biasa.

penuh makna dan fakta tentunya.


Cobalah Melihat Lebih Dekat :

Catatan Akhir yg Panjang Soal

Sepakbola Kami


“ …… mengapa bintang bersinar,

mengapa air mengalir, mengapa

dunia berputar, coba melihat lebih

dekat dan kau pun akan mengerti

….. “


Beberapa orang dari kita mungkin

masih ingat dan sangat akrab

dengan penggalan lagu Lihatlah

Lebih Dekat dari Sherina tersebut,

sebuah lagu yang sangat cantik dan

inspiratif.


Minggu ini adalah minggu yang

cukup menentukan terkait dengan

masa depan sepakbola Indonesia.

Di satu sisi PSSI terus

mengupayakan rekonsiliasi dengan

klub anggota sebelum tanggal 18

Maret 2012 dengan mengundang

seluruh klub anggota PSSI yang saat

ini bermain di kompetisi di luar

struktur Federasi, pertemuan yang

diharapkan dapat melahirkan jalan

keluar yang terbaik supaya klub

anggota dapat kembali ke ‘rumah

sepakbola’ kami dengan damai,

sedangkan di sisi lain KPSI ( sebuah

organ yang tidak dikenal dalam

struktur sepakbola Indonesia dan

Dunia ) terus mengupayakan

sebanyak mungkin anggota PSSI

bisa menghadiri acara yg

dinamakan oleh mereka sebagai

Kongres Luar Biasa ( KLB ) dengan

harapan semakin banyak anggota

resmi PSSI yang hadir ( walaupun

tidak memiliki hak suara sesuai

dengan statuta PSSI ) akan

menguatkan posisi tawar mereka

baik kepada PSSI, AFC, FIFA dan

Pemerintah Indonesia. Tentunya

dengan posisi tawar ini akan

dimanfaatkan betul untuk

memuluskan agenda ‘terselubung’

kelompok lama dgn label KPSI

untuk kembali menguasai sendi –

sendi persepakbolaan tanah air

yang sempat hilang dari

genggaman tangan mereka pasca

Kongres Luar Biasa PSSI di Solo

tahun 2011 lalu.


Catatan akhir ini mencoba

memberikan sebuah presfektif

untuk melihat lebih dekat akar

persoalan kisruh tersebut, mohon

maaf jika kemudian ada yang tidak

berkenan dan berbeda pendapat

dengan tulisan ini, semoga

perbedaan tersebut tetap bisa

menghasilkan sebuah kebaikan bagi

sepakbola kita di masa yang akan

datang. Mohon maaf juga tulisan ini

sangat panjang, karena saya

berharap ini adalah tulisan terakhir

soal kisruh sepakbola kita.


Saya akan memulai dari sebuah

fakta bahwa disukai ataupun tidak,

PSSI di bawah kepemimpinan

Djohar Arifin adalah sebuah

federasi sepakbola yang legal diakui

oleh pemerintah Republik Indonesia

dan Dunia sebagai Federasi

Sepakbola Tertinggi satu-satunya di

Indonesia, artinya hanya PSSI-lah

yang memiliki kekuatan hukum

untuk melakukan berbagai macam

aktivitas dan pengelolaan sepakbola

di Indonesia. Sebagai bukti dari hal

ini adalah soal Persipura yang lebih

memilih KPSI sebagai induknya saat

ini, ternyata untuk bisa berlaga di

Kualifikasi Liga Champhions Asia

faktanya tetap membutuhkan

rekomendasi dan peran PSSI untuk

mendaftarkannya ke AFC, dan

bukan oleh KPSI.


Sebelum Kompetisi PSSI level 1

digulirkan, sebenarnya tidak ada

konflik yang cukup signifikan yang

menghambat serta mengganggu

program kerja PSSI. Semua masih

berjalan normal dan semua masih

mendukung program yang

diselenggarakan oleh PSSI.

Terbukti, PSSI secara serius

mempersiapkan dirinya untuk dua

event besar yang akan diikuti, Pra

Piala Dunia dan Sea Games.

Dengan waktu persiapan yang

sangat mepet dan adanya indikasi

sabotase terkait persiapan Team

Nasional PPD, tapi PSSI berhasil

membentuk team nasional yang

cukup baik yang berhasil lolos dari

fase kualifikasi dan lolos masuk ke

fase grup Asia. Perlu dicatat oleh

kita semua, di gelaran PPD

sebelumnya Indonesia gagal masuk

ke fase kualifikasi setelah

dipertandingan awal pra-kualifikasi

dikalahkan Suriah dengan aggregat

2 – 10 ( kalah 1 – 3 di GBK dan 1 –

7 di Suriah ).


Team Sea Games pun bisa

dibangun dengan cukup baik,

talenta muda masa depan

Indonesia bisa bergabung dibawah

komando Rahmad Darmawan,

bahkan seorang Andik Vermasyah

yang sebelumnya tidak bisa

dipanggil team nasional di jaman

Alfred Riedl karena bermain di

kompetisi yang tidak berada di

bawah federasinya, bisa bergabung

dan bahkan menjadi salah satu

bintang muda yang bersinar. Kita

juga melihat tidak ada yang dianak

emaskan di era PSSI Djohar Arifin,

bahkan pemain sekelas Irfan

bachdim pun jika tidak layak

dipanggil team nasional maka tidak

akan di panggil.

Semuanya baik – baik saja dan kita

menyimpan sebuah asa dan

harapan bagi masa depan

sepakbola Indonesia setelah

melihat penampilan Garuda Muda

di Sea Games walaupun tidak

berhasil menjadi juara pertama.

Masalah baru muncul ketika PSSI

akan menggulirkan kompetisi

sepakbola di dalam negeri.

Dimulai dengan adanya surat dari

AFC terkait kewajiban klub

profesional Indonesia untuk

melaksanakan standar kualifikasi

yang telah ditetapkan AFC tahun

2008. AFC tiba – tiba mengirimkan

team verifikasi dan penilai untuk

melakukan grading licensi terhadap

klub – klub profesional Indonesia.

Di titik tersebut, PSSI akhirnya

membuka pendaftaraan ulang

seluruh klub profesional anggota

PSSI untuk mengikuti verifikasi yang

dilakukan oleh AFC. Proses ini

berjalan seiring dengan proses

normalisasi 2 kompetisi yang saat

itu dimiliki sepakbola Indonesia

( LSI dan LPI ), anggota LPI yang

dulunya menjadi anggota PSSI

dipersilahkan mengikuti proses

verifikasi, sedangkan klub LPI yang

bukan anggota PSSI dipersilahkan

melakukan 3 opsi – menjadi

anggota PSSI dan mengikuti

kompetisi dari level bawah,

melakukan proses merger dengan

anggota PSSI atau membubarkan

diri - , sangat adil menurut saya.

Maka terkumpullah 36 klub

profesional yang akan diverifikasi

AFC, beberapa diantaranya adalah

klub anggota PSSI yang dalam

proses managerial klubnya

melakukan proses merger dengan

klub LPI dengan skema pembagian

saham kepemilikan klub ( Persiraja,

Persiba Bantul, PSIS misalnya ),

memang kemudian muncul adanya

dualisme kepemilikan klub – Persija

dan Arema -, tapi mayoritas klub

pada saat itu tetap tunduk taat dan

patuh dengan apa yang akan

dijalankan oleh PSSI sebagai

federasi.


Masalah muncul ketika hasil

verifikasi menunjukkan beberapa

klub besar memiliki rangking yang

sangat mengkhawatirkan, bahkan

mayoritas klub profesional di

Indonesia memiliki nilai yang

sangat rendah jika menggunakan

standar licenci FIFA/AFC.

Akhirnya PSSI berkompromi untuk

tidak menggunakan hasil verifikasi

tersebut sebagai dasar penentuan

levelisasi klub. Maka, sesuai dengan

kewenangan EXCO PSSI di dalam

Statuta Pasal 37, dilakukan

kebijakan penentuan jumlah

peserta dan nama kompetisi musim

2011-2012. Maka dengan semangat

kebersamaan dan rekosiliasi

dijadikanlah hasil kompetisi

sebelumnya sebagai dasar

ditambah penyesuaian dengan

memasukan 4 klub anggota PSSI yg

sempat bermain di LPI sebagai

peserta level 1 ditambah 1 klub yg

dinilai termarjinalkan keputusan

PSSI era sebelumnya dan 1 klub

yang dipilih EXCO berdasarkan

kepentingan pembinaan dan

sejarah. Maka dimulailah era baru

di Kompetisi Indonesia.

Sebagai pemegang otorita tertinggi,

PSSI memiliki hak untuk

menentukan siapa operator

penyelenggara kompetisi. Di tahap

awal PSSI meminta laporan dan

akan melaksanakan audit

independen terhadap PT. Liga

Indonesia sebagai satu - satunya

operator kompetisi sepakbola di

Indonesia saat itu.

Nah di titik inilah dimulai kisruh

terjadi lebih besar. PT. LI menolak

memberikan laporan kepada PSSI

dan hanya akan memberikan

laporan kepada pengurus lama era

Nurdin Halid, sesuatu yang sangat

janggal dan aneh dalam etika

organisasi dimanapun. Lebih aneh

lagi ketika PT. LI menolak proses

audit yang akan dilakukan secara

independen oleh PSSI dengan

menggunakan lembaga audit

international yang telah terbiasa

melakukan audit kepada klub besar

dunia dan liga profesional di

berbagai negara di dunia. Padahal

posisi PSSI terhadap PT. LI adalah

pemberi mandat dan pemilik

mayoritas saham sesuai dengan

Surat Keterangan kepemilikan

Saham dari Kementeri Hukum dan

HAM Republik Indonesia.

Kisruh semakin besar ketika

kemudian PSSI akhirnya

memutuskan membentuk pengelola

kompetisi baru bernama PT. LPIS

sebagai cara emergency exit

dikarenakan mengejar tengat waktu

kompetisi yang diminta oleh AFC.

Kisruh semakin besar ketika dalam

pelaksaan bidding hak siar

kompetisi, MNC Group keluar

sebagai pemenang dengan

penawaran tertinggi dan fantastis

untuk ukuran bidding sepakbola

dalam negeri, yang membuat

ANTV / Viva Group kehilangan hak

siar dan hak komersilnya terhadap

pelaksanaan sepakbola di

Indonesia.

Dititik inilah kemudian bentuk

perlawanan real mulai dilakukan.

Oleh siapa ? oleh kelompok yang

secara de fakto dan de jure telah

kehilangan hak pengelolaan

kompetisi sepakbola di Indonesia.

Kehilangan hak sebagai operator

dan kehilangan hak secara

komersil. Saya secara jujur melihat

bahwa dua hal itulah sebenarnya yg

menjadi penyebab utama dan

penyebab sesungguhnya kisruh ini

terjadi menjadi lebih besar. Kita

coba bedah yah.

PT. LI sebagai operator kompetisi

selama ini pasti merasa ‘ketakutan’

jika kemudian dapurnya diperiksa

oleh auditor independen yang tdk

bisa mereka kendalikan, untuk

menghadang proses ini maka isu

soal pengalihan 99% saham dari

PSSI kepada Klub dijadikan sebagai

alat dan tameng. Sayangnya mereka

lupa, proses pengalihan saham

tersebut diatur oleh UU Perseoran

Terbatas bukan diatur oleh sebuah

putusan kongres. Itulah kenapa

kemudian PT. LI tidak mau

menghadiri sidang pertama gugatan

kepemilikan saham oleh PSSI

kepada PT. LI karena secara hukum

terkait soal ini mereka sangat lemah

dan pasti kalah. Jika meraka kalah

yang sudah jelas tergambar adalah

PSSI akan mengambil alih PT. LI

dan berhak menunjuk jajaran

direksi baru, mengaudit bahkan

kemudian memposisikan pailit

perusahaan. Hal yang paling

mungkin dilakukan oleh mereka

saat ini adalah menghindari sidang

selama mungkin dengan harapan

PSSI dapat digulingkan oleh sebuah

proses KLB. Harapan mereka jika

KLB berhasil dan PSSI digulingkan,

kepentingan mereka akan aman di

era PSSI baru versi KLB KPSI,

karena PT. LI termasuk menjadi

bagian bahkan sponsor utama

proses KLB tersebut.

Kenapa PT LI berusaha

mempertahankan dirinya, karena

ada kepentingan komersil disana

yang menyangkut putaran uang

besar dan kepentingan besar yang

harus diselamatkan dan dijaga.

Dengan cara apa kepentingan

komersil tersebut harus tetap

terjaga dan diamankan ? kompetisi

harus tetap dipaksa digulirkan oleh

PT. LI sehingga acara sepakbola

acara utama salah satu TV nasional

masih tetap bisa dilakukan. Jika

acara tersebut masih bisa dilakukan

oleh TV nasional tersebut, maka

secara komersial nilai uang masih

tetap bisa jalan dan aman, karena

ada iklan yang masih bisa masuk

sebagai pendapatan perusahaan.

Jika pendapatan uang tetap bisa

masuk maka cashflow uang

perusahaan dapat tetap terjaga ,

efeknya nilai saham di bursa saham

juga akan bisa terjaga, jika nilai

saham bisa terjaga, perusahaan

akan memiliki uang yang cukup

untuk dapat digunakan membayar

hutang, menutup biaya operasional

atau bahkan ekspansi usaha.

Disinilah kemudian PT. LI dijadikan

alat untuk merayu sejumlah klub

yang kebetulan memiliki keterikatan

baik secara bisnis atau politik dan

basis pendukung yang besar untuk

melakukan pemberontakan kepada

PSSI dengan tidak mengikuti

kompetisi yang diselenggarakan

oleh PSSI.

Maka kemudian muncullah

dualisme kompetisi. Apakah sama

dualisme kompetisi ini di era

Nurdin dengan era Djohar ?

menurut saya tidak persis sama

bahkan sangat berbeda nilainya,

walaupun keduanya tetap saya

pandang melanggar ketentuan

Statuta FIFA.

Pemberontakan LPI di era Nurdin

jelas karena memperjuangkan

sepakbola yang bersih dan tidak

menggunakan APBD, bahkan ketika

awal akan digulirkan pesertanya

juga bukan merupakan anggota

PSSI, klub nya adalah klub baru

( ada Bandung FC, Bali Devata, Real

Mataram dll ), jadi sebenarnya

tidak mengganggu kompetisi yang

diselenggarakan oleh PSSI, kalaulah

kemudian ada 4 klub anggota PSSI

yang bergabung, hal ini karena soal

pilihan akan sebuah jalur

perjuangan. Ke 4 klub ini paham

akan konsekuensi pilihan tersebut,

mereka memilih LPI dikarenakan

ingin melakukan perlawanan

dengan membangun sebuah kultur

sepakbola baru yang lebih bersih

terutama dengan tidak lagi

menggunakan dana APBD yang

seharusnya untuk masyarakat

banyak. Coba kita bandingkan

dengan 18 klub anggota PSSI yg

hari ini dipaksa melakukan

perlawanan oleh PT LI dan KPSI.

Pemberontakan di era Djohar lewat

PT LI dan ISL nya hanya

memperjuangkan 3 hal saja yaitu

soal keberatan akan keberadaan 6

klub, soal pembagian saham PT. LI

dan soal putusan kongres Bali yang

didalamnya salah satunya

memperbolehkan klub

menggunakan dana APBD sampai

2014. Silahkan dinilai sendiri

apakah ketiga hal ini cukup

memiliki sebuah nilai moral bagi

sebuah perlawanan bahkan

djadikan alasan untuk sebuah KLB.

Bagaimana bisa disebut memiliki

nilai moral jika kemudian PT LI dan

ISL sendiri memasukan 6 team yg

tidak memiliki hak bertanding di

level tertinggi liga bahkan ada klub

yang sudah lebih dari 2 musim

tidak aktif dalam kompetisi PSSI.

Lalu soal saham, klub harusnya

tahu bahwa proses audit yg

diperjuangkan PSSI akan

memperlihatkan seberapa sehat

atau tidak sehatkan sebuah

perusahaan, jangan sampai saham

yang nanti akan dimiliki klub adalah

saham kosong tanpa makna karena

tidak memiliki nilai jika posisi

perusahaan terus berada dalam

posisi rugi.

Jadi dari paparan panjang diatas,

bisa kita lihat apa sebenarnya yang

sedang terjadi di sepakbola

Indonesia hari ini. Tidak ada

dualisme di PSSI, PSSI yang legal

secara hukum hanya PSSI di bawah

Djohar Arifin , yang ada hari ini

adalah soal dualisme kompetisi.

Jadi jika Pemerintah atau KONI

ingin menyelesaikan persoalan

kisruh sepakbola Indonesia, lakukan

rekonsiliasi antara PSSI dengan

klub anggota yang memberontak

dengan tidak menyertakan PT. LI

yang secara hukum kepemilikan

sahamnya masih milik PSSI tapi

sedang dalam proses persidangan

di Pengadilan dan tidak pula

menyertakan KPSI, sebuah

organisasi yang tidak memiliki

kekuatan hukum apapun dalam

struktur PSSI, AFC dan FIFA.

Perbuatan PT . LI dan KPSI yang

telah memecah belah sepakbola

Indonesia mengakibatkan sepakbola

kita terjatuh kedalam kisruh yang

berkepanjangan. Lihatlah team

nasional kita, sebelum adanya

perlawanan dari PT LI dan KPSI,

semua pemain sepakbola kita bisa

bertanding untuk team nasionalnya.

Dalam 7 kali laga Team Nasional

kita di PPD, kita masih bisa melihat

Gonzales, Firman Utina, Hamka

Hamzah bahkan Bambang

Pamungkas membela panji Garuda.

Kita juga masih melihat Titus Bonai,

Wanggai, Egi membela Merah Putih

di Sea Games. Jika saja tidak ada

pemberontakan tersebut saya yakin

pemain yang berada di lapangan

ketika Indonesia melawan Bahrain

pasti bukan pemain yang kemarin

bertanding, Garuda Muda yang

bertanding di Brunei pun pasti akan

memiliki komposisi pemain yang

berbeda. Kita harus jujur, mungkin

hari ini karena soal regulasi , team

nasional yang kita miliki adalah

yang terbaik dalam kondisi serba

tidak biasa tapi jujur bukan yang

terkuat yang seharusnya bisa kita

miliki, karena kekuatan kita saat ini

sedang tercerai berai.

Bagaimana jalan keluar dari kisruh

ini ?

Yang jelas dalam proses ini posisi

Klub, Pemain dan PSSI sebagai

representasi sepakbola Indonesia

harus menjadi prioritas untuk

diselamatkan.

Bagaimana dengan dualisme

kompetisi ? karena sudah berjalan

hampir setengah musim, maka

biarkanlah kedua kompetisi level 1

ini berjalan sampai selesai tapi

berada di bawah otoritasi, advokasi

dan wewenang PSSI. Hal ini akan

menjamin hak pemain dan official

pertandingan karena ada Komisi

Disiplin dan Banding serta Komite

Wasit yang bisa mengawal jalannya

kompetisi. Jadi akan ada 2 ‘kamar

kompetisi’, IPL yang dikelola oleh

LPIS dan ISL yang dikelola langsung

oleh PSSI. Keberadaan PT LI

sementara ini di hold menunggu

hasil putusan sidang pengadilan

terkait dengan persoalan

kepemilikan saham. Jika pengadilan

memenangkan gugatan PSSI, maka

PSSI bisa melakukan RUPS untuk

merubah komposisi saham ataupun

komposisi direksi dan menetapkan

apakah PT. LI kembali menjadi

operator ISL. Jika sebaliknya maka

PSSI harus tetap meggunakan PT. LI

sebagai operator untuk ISL tetapi

dalam naungan PSSI.

Diakhir musim kompetisi, juara

dari masing – masing kamar akan

diadu untuk memperebutkan jatah

klub yang akan mewakili Indonesia

di LCA dan AFC Cup. Lalu dibuatkan

kebijakan oleh EXCO PSSI terkait

dengan komposisi peserta liga

tahun depan, kalaulah misalnya

diputuskan 16 team, maka hanya 6

team dengan peringkat terbaik di

masing – masing kamar yg berhak

tetap di level 1, sisanya

terdegradasi dan dari Divisi Utama

PSSI promosi 4 team. Komposisi

berbeda bisa dibuat sesuai dengan

putusan berapa jumlah peserta liga

musim depan oleh EXCO PSSI

sesuai dengan kewenangan yang

diatur oleh Statuta.

Tahun depan liga bisa berputar

dengan lebih normal, IMHO

sebaiknya keberadaan nama ISL,

IPL, PT LI dan PT. LPIS di tiadakan

saja. Liga tahun depan bisa jadi

bernama I-League ( Indonesia

League ) misalnya dengan level

kompetisi – Divisi 3, Divisi 2, Divisi

1, Divisi Champhionship, Divisi

Premiership – misalnya. Siapa

operatornya ? PSSI bisa meleburkan

kedua operator yang sudah ada

menjadi sebuah perusahaan baru

yang lebih profesional dengan

nama baru, PT. Sepakbola

Indonesia Gemilang misalnya

( nama itu kan do’a siapa tahu

sepakbola kita beneran jadi

gemilang he he he )

Soal hak siar, PSSI bisa saja

menjadikan ANTV tetap sebagai

pemilik hak siar ISL tahun ini asal

ANTV bisa memenuhi

kewajibannnya setara dengan yang

diberikan oleh MNC Group sebagai

pemenang bidding kompetisi PSSI

tahun ini. Hal ini perlu dilakukan

untuk menjamin kepastian hak klub

sebagai bagian dari proses

pembagian nilai hak siar. Di kamar

IPL hal ini sudah sangat jelas

nilainya, hal berbeda kita temukan

di klub yg bernaung di ISL. Jika

ANTV tidak sanggup, maka menjadi

hal yang normal jika kemudian hak

siar diberikan kepada media yg bisa

memberikan hak lebih baik kepada

klub dan PSSI dalam hal ini MNC

Group.

Bagaimana dengan klub yang pecah

menjadi dua seperti Persija, PSMS

dan Arema ? dipaksa untuk merger

dengan skema pembagian saham

yang jelas untuk masing – masing

pemilik dengan cara berapa banyak

share modal yang bisa diberikan

untuk klub. Dengan pola ini maka

klub akan memiliki kecukupan

modal untuk membayar gaji

pemain dan operasional klub.

Bagaimana dengan pemain,

management baru bisa melakukan

seleksi pemain dengan benar dan

adil. Akhirnya pemain dan klub

tetap bisa diselamatkan.

Jika hal ini bisa dilakukan saya rasa

menyelesaikan kisruh kompetisi

sepakbola kita tidak akan terlalu

sulit, mudah saja asalkan sekali lagi

rekonsiliasi tersebut tetap

mempertimbangkan pemain, klub

dan PSSI sebagai representasi

sepakbola Indonesia dan bukan

yang lain dan tetap

mempertimbangkan koridor aturan

yang berlaku.

Bagaimana posisi KPSI ? mohon

maaf tapi saya rasa sebaiknya di

buang saja, mereka sarat dengan

kepentingan ( bahkan kepentingan

politik ) yang bahkan tidak ada

hubungannya dengan kepentingan

pemain, klub dan PSSI. Lihat saja

misalnya ketika ada klub dan

pemain yang memilih berada di

KPSI saat ini sedang kesulitan 3

bulan menggaji pemainnya mereka

malah asik dengan agenda KLB –

nya dan semangat menyerang PSSI

diberbagai forum, nggak peduli

dengan apakah klub dan pemainnya

mati perlahan, atau coba kita lihat

dengan baik bagaimana mereka

juga lebih senang menjadikan

Persipura sebagai alat bagi

kepentingan mereka dibandingkan

benar-benar serius

memperjuangkan Persipura untuk

menang di Final Panel CAS

sehingga memiliki hak untuk

bermain di putaran grup Liga

Champhions mewakili Indonesia.

Lalu bagaimana dengan PSSI ? kita

juga tidak boleh membiarkan PSSI

melakukan kesalahan yang sama

yang dibuat oleh PSSI di era

sebelumnya, mereka harus dipaksa

bekerja dengan benar dan

bertanggung jawab. Kita harus

kawal program kerja mereka yang

sebenarnya sangat bagus untuk

dapat di implementasikan dengan

benar. Jika diantara mereka ada

yang tidak mau bekerja dengan baik

bagi sepakbola negeri ini, mereka

kita persilahkan untuk

mengundurkan diri dengan

terhormat sesuai dengan koridor

yang disediakan oleh regulasi.

PSSI mungkin melakukan kesalahan,

tapi mereka juga memiliki sebuah

kebenaran, PSSI tidak sepenuhnya

salah dan tidak sepenuhnya juga

benar tapi saya yakin dengan

bantuan kita semua mereka masih

bisa diperbaiki, tapi IMHO KPSI

dengan berbagai macam cara dan

prilakunya menurut saya

sepenuhnya salah dan tidak ada

satu alasanpun mereka untuk di

bela.

Hari rabu ini kabarnya PSSI akan

bertemu dengan klub ISL, saya

hanya berharap semoga saja ada

titik temu dan terang yang baik bagi

sepakbola Indonesia dari

pertemuan PSSI dengan Klub ini,

mungkin syair dari lagu “ Di bawah

Tiang Bendera” nya bang Iwan Fals

bisa jadi renungan buat kita semua

terutama buat PSSI dan Klub

anggotanya :

kita adalah saudara

dari rahim ibu pertiwi

ditempa oleh gelombang

dibesarkan jaman

di bawah tiang bendera

dulu kita bisa bersama

dari cerita yang ada

kita bisa saling percaya

yakin dalam melangkah

lewati badai sejarah

pada tanah yang sama kita berdiri

pada air yang sama kita berjanji

karena darah yang sama jangan

bertengkar

karena tulang yang sama usah

berpencar

Indonesia.. Indonesia

mari kita renungkan

lalu kita bertanya

benarkah kita manusia

benarkah bertuhan

katakan aku cinta kau

semoga tulisan panjang ini adalah

tulisan terakhir saya soal kisruhnya

sepakbola kami, semoga ! - FIN

@gilang_mahesa

tidak akan lelah mencintai

Indonesia


Published with Blogger-droid v2.0.4

Senin, 12 Maret 2012

Word App, Scrabble Checker For Android

Akhirnya ketemu juga yang gue cari-cari, aplikasi scrabble checker untuk android dan sudah ter-upgrade ke CSW 2012.


Buat para scrabble players pengguna android, langsung aja di sedot Word App, scrabble checker for android di sini ==>>> http://www.appbrain.com/app/word-app/com.craigahart.android.wordapp


Published with Blogger-droid v2.0.4